Minggu, 31 Oktober 2010

Pengembangan Produk Pangan Baru

Gethuk Singkong Panggang Isi Keju Sebagai Inovasi Olahan Singkong & Minuman Nata De Aloe Vera Rasa Mangga

 

A.   Pengembangan Produk Pangan Baru

1.     Pendahuluan

Seiring berkembangnya zaman khususnya dalam hal pangan, beberapa inovasi terbaru terus saja bermunculan meramaikan dunia pangan. Dimana inovasi ini merupakan salah satu usaha untuk penganekaragaman (diversifikasi) pangan. Selain upaya diversifikasi pangan, pengembangan produk baru juga menjadi inovasi yang terus akan berkembang. Produk baru dapat dikelompokkan dalam berbagai definisi, yaitu produk yang benar-benar baru (belum pernah ada sebelumnya); hasil modifikasi produk yang sudah ada; dan atau hasil meniru produk yang sudah ada.
Dalam dunia pangan, kegiatan pengembangan produk pangan merupakan kegiatan yang sering dilakukan oleh industri pangan untuk memenuhi kebutuhan konsumen dan peluang pasar. Pengembangan produk pangan baru sebaiknya melalui tahapan-tahapan yang sistematis dan terencana. Perlu diingat bahwa produk yang di-launching oleh industri tidak selalu sukses di pasaran, padahal biaya yang dikeluarkan pun tidak sedikit. Dengan proses yang sistematis dan terencana dalam pengembangan produk, resiko kegagalan diharapkan dapat diminimalkan (Feri Kusnandar, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB).
Kegiatan pengembangan produk pangan baru harus merupakan komitmen pimpinan perusahaan dan melibatkan divisi-divisi yang ada di perusahaan (misal Divisi pemasaran, Research and Development (R&D), dan produksi). Oleh karena itu, perlu organisasi dalam pengembangan produk baru yang melibatkan divisi-divisi yang ada di perusahaan.

2.     Tahapan pengembangan produk baru dapat dijabarkan sebagai berikut:

a.      Pengumpulan Ide

Pengembangan konsep produk pangan dapat berasal dari ide-ide kreatif yang dapat berasal dari berbagai pihak. Ide dapat dikumpulkan berdasarkan identifikasi peluang pasar dari hasil “market research”, input dari profesional, pimpinan, bagian R&D, pemasaran, produksi, konsumen, dsb. Ide dapat berupa produk baru atau pengembangan dari produk yang sudah ada.

b.     Pengembangan Konsep Produk Pangan

Ide-ide tersebut selanjutnya harus dirumuskan menjadi “konsep produk”. Konsep produk yang akan dikembangkan perlu mengidentifikasi kekhasan yang ingin dimunculkan dari produk tersebut sesuai dengan potensi yang telah diidentifikasi, misalnya dari aspek potensi target konsumen, potensi pemanfaatan bahan baku/ ingredien baru yang memiliki keunggulan, teknologi proses baru yang lebih efisien dan menghasilkan produk yang lebih baik, kemasan, dsb. Konsep yang dikembangkan harus mempertimbangkan sumberdaya (biaya dan peralatan proses) yang dimiliki dan kelayakan teknis untuk diproses pada skala produksi komersial.

c.      Pengembangan Formula dan Diagram Alir Proses Produksi

Berdasarkan konsep produk yang ingin dihasilkan tersebut, selanjutnya dibuat rancangan formulasi dan diagram alir proses produksinya untuk digunakan pada tahap uji coba proses. Dalam tahap ini dapat dipilih beberapa formulasi atau kondisi proses yang disesuaikan dengan rancangan konsep produk.
Diagram alir proses harus jelas, sederhana dan menggambarkan tahapan proses, kondisi proses di setiap tahapan (misal suhu, waktu, tekanan, kecepatan, dsb), aliran input bahan baku dan ingredien, dan aliran output limbah, produk antara dan produk akhir. Simbol-simbol sering digunakan untuk membedakan antara tahapan proses dan aliran bahan.

d.     Uji Coba Proses untuk Menghasilkan Protocept dan Prototipe

Bila produk yang dihasilkan masih tahap laboratorium, maka produk yang dihasilkan masih berupa protocept yang merupakan realisasi dari konsep produk yang diinginkan yang belum tentu feasible untuk diproses pada skala proses produksi yang lebih besar. Untuk menjadi produk yang secara teknis feasible untuk diproduksi, maka protocept yang dihasilkan harus diuji coba pada skala proses yang lebih besar (minimal pilot plant) untuk menghasilkan prototipe. Apabila produk yang dikembangkan baru dan memerlukan peralatan produksi tambahan, maka perlu dilakukan juga tahapan uji coba produksi pada skala produksi komersial dengan volume produksi yang diperkecil. Dari uji coba produksi ini, maka dapat diidentifikasi kondisi proses yang kritis. Agar mencapai kelayakan proses, sering kali pada tahap uji coba ini dilakukan penyesuaian formulasi atau kondisi proses sesuai dengan peralatan yang tersedia. Dari hasil uji coba proses ini, harus dihasilkan standar prosedur baku (SOP) untuk formulasi dan proses produksi (termasuk rencana HACCP) yang akan diterapkan untuk skala produksi komersial.

e.      Perumusan Atribut Produk Pangan

Konsep produk pangan yang dihasilkan dan telah diuji coba selanjutnya perlu dijabarkan atribut mutunya, seperti sifat fisik produk (cair, padat, atau semi-padat), sifat fisikokimia (misal pH, tekstur, dsb) dan sensori (rasa, warna, penampakan, bentuk), kekhasan/keunggulan yang ingin dimunculkan dibandingkan produk yang sudah ada (misalnya rendah lemak, rendah kalori, rendah gula, kaya serat, dsb), jenis dan disain kemasan (plastik, gelas, kaleng, kertas, dsb), perkiraan harga dan umur simpan yang feasible, jenis kemasan, dsb.

f.        Tes Konsumen

Prototipe produk yang dihasilkan selanjutnya dilakukan uji konsumen (consumer’s testing), baik oleh panelis internal (misal dari bagian R&D) maupun konsumen umum. Sering kali pada tahap ini dilakukan diskusi dengan pimpinan perusahaan untuk menetapkan kelayakan dari produk yang sudah dikembangkan dan membandingkannya dengan konsep awal yang telah ditetapkan. Berdasarkan feedback uji konsumen tersebut, maka dilakukan evaluasi dan tindakan perbaikan (misal formulasi, proses, kemasan, dsb), sehingga produk yang dihasilkan dapat memenuhi keinginan konsumen dan pasar.

g.      Persiapan Proses Produksi Skala Komersial dan Product Launching

Setelah prototipe produk sudah dinyatakan final (dari sisi formulasi dan proses), maka perusahaan harus membuat perencanaan selanjutnya, yang mencakup: (a) penyediaan peralatan proses (bila produknya sama sekali baru atau memerlukan penambahan peralatan); (b) seleksi suplier ingredien dan kemasan; (c) pengurusan perizinan dari instansi berwenang (misal BPOM untuk memperoleh kode MD dan LPPOM untuk pencantuman keterangan halal); (d) penyiapan kemasan dan label; (e) uji komposisi nilai gizi, fisikokimia dan penetapan masa simpan produk; (f) analisis biaya dan penetapan harga; (g) penyusunan SOP-SOP evaluasi mutu; dan (h) strategi pemasaran dan promosi.

h.     Product Launching, Market Testing dan Promosi

Produk yang telah diproduksi pada skala komersial selanjutnya di-launching. Perusahaan sekaligus dapat melakukan market testing dan promosi. Feedback dari market testing dapat digunakan untuk melakukan tindakan perbaikan kualitas produk dan perumusan strategi pemasaran dan promosi.






B.   Gethuk Singkong Panggang Isi Keju Sebagai Inovasi Olahan Singkong

1.     Pendahuluan

Singkong merupakan salah satu komoditi atau bahan dasar dari berbagai macam panganan yang nikmat. Sebagai penganan, umbi singkong diminati hampir di semua wilayah di Tanah Air. Umbi singkong juga dikenal sebagai makanan pokok di daerah tertentu. Di beberapa daerah, singkong (Manihot utilissima) dikenal dengan berbagai nama, seperti ubi kayee (Aceh), kasapen (Sunda), tela pohong (Jawa), tela belada (Madura), lame kayu (Makassar), pangala (Papua), dan lain-lain.
Menurut pakar tanaman obat, Prof Hembing Wijayakusuma, efek farmakologis dari singkong adalah sebagai antioksidan, antikanker, antitumor, dan menambah nafsu makan. Bagian yang umum dipakai pada tanaman ini adalah daun dan umbi.
Umbi singkong memiliki kandungan kalori, protein, lemak, hidrat arang, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin B dan C, dan amilum. Daun mengandung vitamin A, B1 dan C, kalsium, kalori, fosfor, protein, lemak, hidrat arang, dan zat besi. Sementara kulit batang, mengandung tannin, enzim peroksidase, glikosida, dan kalsium oksalat.
Berbagai panganan dari singkong sangat bervariasi, salah satunya adalah gethuk. Gethuk adalah salah satu makanan tradisional nusantara yang berbahan dasar singkong. Ada yang menyebutnya makanan Jawa, tapi di daerah lain juga mengaku menemukannya.

2.     Gethuk singkong panggang isi keju

Hampir semua orang pasti mengenal makanan ini. Tampilannya sangat menggoda. Biasanya gethuk berwarna coklat, hijau (pandan), merah muda, dan kombinasi putih dan coklat. Ada juga gethuk yang dibuat bulat – bulat hanya dengan campuran gethuk asli dan gula jawa, yang teksturnya lebih kasar daripada gethuk yang lain. Gethuk biasanya disajikan dengan parutan kelapa di atasnya, sehingga menambah cita rasa gurih. Rasanya yang sangat lezat membuat ketagihan orang yang memakannya.
Langkah pertama membuatnya adalah menghaluskan singkong kukus, lalu dimasukkan ke dalam food processor dan ditambahkan gula, margarin, serta vanili. Setelah itu campuran digiling hingga tercampur rata. Langkah selanjutnya dalam membuat gethuk adalah membuat adonan yang dibentuk seperti bakpia dengan diisikan potongan keju (kubus) pada bagian dalamnya dan dihiasi bagian atasnya dengan 3-5 buah kismis. Setelah semuanya siap adonan di masukkan dalam oven, dipanggang selama ±30 menit hingga berwarna kecoklatan. Setelah dingin kemudian dikemas dengan plastik dengan jenis PET (singkatan dari Poly Ethylene Theraphalate, berfungsi untuk mengemas produk yang membutuhkan perlindungan ekstra terhadap udara). Produk pun dapat di lempar ke pasaran.









C.    Minuman Nata De Aloe Vera Rasa Mangga

1.     Pendahuluan


Lidah Buaya bukan sekedar tanaman hias penyemarak halaman rumah dan teras. Dibalik bentuk fisiknya yang unik, ternyata sarat akan manfaat untuk kesehatan maupun kecantikan. Lidah buaya juga dapat diolah menjadi berbagai produk makanan dan minuman, berupa sejenis jeli, minuman berupa sejenis jeli, minuman segar sejenis jus, nata de aloe, dawet, dodol, selai dan lain - lain.
Makanan dan minuman hasil olahan lidah buaya sangat berpotensi sebagai makanan / minuman kesehatan. Hal tersebut disebabkan oleh kombinasi kandungan zat gizi dan non gizi yang memiliki khasiat untuk mendongkrak kesehatan. Manfaat lidah buaya antara lain; menghambat sel kanker, mencegah pembengkakan sendi, mengatasi gangguan pencernaan serta membentu penyembuhan luka bekas operasi dan sebagainya.
Sekarang lidah buaya makin banyak dilirik orang, bukan sekadar untuk obat, tetapi untuk dikonsumsi sebagai makanan. Mungkin, Anda masih ragu untuk menyantapnya mengingat penampilannya yang berlendir dan baunya yang kurang enak. Namun setelah diolah dengan benar, rasanya lidah buaya menjadi enak, kenyal dan empuk.

2.     Pembuatan Nata de Aloe Vera

Lidah buaya atau aloe vera bukan tanaman asing bagi kita. Hal ini terlihat dari banyaknya orang yang telah menanam dan memakainya. Tanaman lidah buaya mengandung dua jenis cairan, yakni cairan bening dan cairan berwarna kekuningan yang mengandung aloin.
aloe vera dicuci hingga bersih dan dikupas kulitnya dibawah air mengalir, daging aloe vera dipotong berbentuk kubus/dadu. Potongan tersebut rendam dalam larutan garam, diamkan selama 20 menit, kemudian ditiriskan. Bahan direndam sekali lagi dengan air garam seperti di atas lalu ditiriskan. Bahan setelah ditiriskan direndam dalam air kapur selama 2 jam dicuci kembali dengan air sampai bersih. Merebus air dan gula tambahkan aroma mangga untuk membuat sirup. Kemudian campurkan bahan tirisan ke dalam sirup yang telah dibuat, kemudian didihkan campuran tersebut. Minuman dimasukkan ke dalam gelas plastik jenis PET dalam keadaan hangat, tutup gelas dengan menggunakan sealer.

 





 

 

 

 




DAFTAR PUSTAKA

Ahsani, N.F. 2010. http://pendekartidar.org/gethuk-makanan-khas-magelang-yang-nikmat-dan-menggoda.php.  Diakses pada tanggal 18 oktober 2010.
Anonim. 2010 .http://bertani.wordpress.com/info/pembuatan-nata-de-aloe/. Diakses pada tanggal 18 oktober 2010.
Anonim. 2010. http://resepkoki.com/m/articles/view/Getuk-Talas-Panggang. Diakses pada tanggal 18 oktober 2010.
Kusnandar, Feri. 2010. http://itp.fateta.ipb.ac.id/id/index.php?option=com_content&task=view&id=113&Itemid=94.  Diakses pada tanggal 18 oktober 2010.

Kamis, 29 Juli 2010

ijo yang menakutkan

Sungguh ironi gejolak yang terjadi di ngeri kita saat ini, di tengah gencarnya perhatian pemerintah terhadap jeritan rakyatnya, yaitu diterapkannya konversi minyak tanah ke LPG yang telah menyisakan pilu begitu mendalam bagi saudara-saudara kita di penjuru nusantara, khususnya masyarakat menengah ke bawah. Mungkin sudah menjadi konsumsi sehari-hari bagi penikmat berita baik di media cetak maupun elektronik tentang keganasan letupan dari si kecil hijau 3 kg dan kawan-kawannya yang terus saja meminta korban jiwa setiap harinya. Setiap hari ada saja berita mengenai ledakan tabung gas LPG, banyaknya kasus ledakan tabung gas LPG disebabkan adanya pihak-pihak yang mencari keuntungan tanpa memperdulikan keselamatan orang lain. Akibatnya korban dengan luka bakar yang cukup serius bahkan kematian terus berlanjut, siapa yang seharusnya yang paling bertanggung jawab? Pemerintah, pihak pertamina atau siapa? Biarlah kita masing-masing yang menilainya.

Selasa, 01 Juni 2010

kecap

Meski di panggung kampanye pemilu para jurkam sedang asyik "jual kecap", tindakan yang menimbulkan kesan negatif itu tidak menurunkan derajat kecap sebagai bahan makanan yang paling banyak digunakan. Selain mengandung protein, vitamin, dan mineral, kecap berfungsi juga sebagai penyedap makanan. Karena dapat memberikan rasa dan aroma yang khas pada makanan atau masakan, masyarakat menjadikan kecap sebagai bagian dari menu harian. Dengan kata lain, kecap dapat meningkatkan selera makan. Kecap biasa dikonsumsi dengan makanan pokok nasi, sayuran, daging, unggas, dan ikan. Di Indonesia, kecap sangat disukai sehingga kebutuhannya semakin meningkat dari tahun ke tahun. Kecap tersedia di warung kaki lima sampai restoran di hotel berbintang lima. Kecap tersedia di tengah-tengah keluarga maupun di dalam kamar kos dan asrama. Untuk memenuhi pasar kecap yang begitu besar, pengusaha terus berupaya mengembangkan usahanya. Sudah cukup banyak perusahaan kecap yang berkembang di Indonesia. Dalam persaingan yang begitu kuat, para pemilik perusahaan terdorong untuk melakukan inovasi baru terhadap produknya guna merebut pasar. Pengembangan produk kecap dapat dilihat dari segi kemasan, harga, variasi cita rasa, dan nilai gizinya. Segi kemasan dapat dilihat dari variasi ukuran kemasan yang ditawarkan. Kemasan botol kaca (sedang dan besar), botol plastik, dan sachet ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang beragam. Dari segi gizi, telah ada upaya-upaya untuk menambahkan zat gizi tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Sejarah Kecap * Kecap merupakan ekstrak dari hasil fermentasi kedelai yang dicampurkan dengan bahan-bahan lain (gula, garam, dan bumbu) untuk meningkatkan cita rasa makanan. Cara pengolahan kecap diduga berasal dari daratan Cina, ditemukan lebih dari 3000 tahun yang lalu. Selanjutnya masuk ke Jepang dan negara lain di Asia, termasuk Indonesia. Saat ini industri kecap terbesar terdapat di Jepang, yaitu Kikkoman, dengan jenis kecap yang dihasilkan adalah shoyu dan tamari. Penerimaan masyarakat tertinggi terhadap kecap terjadi di Amerika Serikat. Hal ini dibuktikan oleh produksi kecap di AS yang mencapai 17,85 juta liter per tahun. Diperkirakan total konsumsi tahunan kecap di AS sekitar 43,35 juta liter per tahun. Karena rasanya yang khas dan sangat disukai, kecap cepat dikenal di berbagai negara, terutama di negara belahan Timur dengan berbagai nama dan modifikasi dari segi penampakan, cita rasa, dan komposisinya. Kecap (soy sauce) dikenal di berbagai negara dengan nama yang berbeda. Misalnya shoyu di Jepang, chiang-yu (Cina), kanjang (Korea), toyo (Filipina), dan see-ieu (Thailand). Penggunaan kecap sebagai bumbu penyedap telah lama dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Sulit kita membayangkan bagaimana rasanya gado-gado, sate kambing, bubur ayam, dan masakan lainnya tanpa kehadiran kecap di dalamnya. Berkembangnya industri makanan, terutama industri mi instan, yang menggunakan kecap sebagai salah satu komponen bumbu, turut mendorong berkembangnya industri kecap di Indonesia. Kecap juga dikenal di AS sebagai bumbu makanan nonoriental, seperti steak, burger, dan barbeque. Kaya Asam Amino * Bahan baku utama kecap pada umumnya adalah kedelai. Hal ini memiliki keunggulan tersendiri karena kedelai memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi, terutama protein dan karbohidrat . Asam amino yang terdapat pada kedelai adalah leusin dan lisin. Keduanya merupakan asam amino yang sangat diperlukan oleh enzim pemecah kedelai untuk menghasilkan kecap dengan cita rasa yang enak, lezat, dan khas. Jenis kedelai yang umum digunakan dalam pembuatan kecap adalah kedelai hitam dan kedelai kuning. Perbedaan tersebut hanya terletak pada ukuran biji dan warna kulit. Kedelai hitam berukuran lebih kecil dibanding kedelai kuning, tetapi tidak ada perbedaan komposisi gizi di antara keduanya. Selain itu, perbedaan jenis kedelai tersebut tidak berpengaruh terhadap efektivitas fermentasi. Kepopuleran kacang kedelai didasarkan pada nilai gizinya yang tinggi. Mutu protein kedelai termasuk paling unggul dibandingkan dengan jenis tanaman lain, bahkan hampir mendekati protein hewani. Hal ini disebabkan oleh banyaknya asam amino essensial yang terkandung dalam kedelai, seperti arginin, fenilalanin, histidin, isoleusin, leusin, metionin, treonin, dan triptopan. Pada dasarnya ada dua jenis kecap yang utama, yaitu kecap cina dan jepang. Kecap cina berwarna lebih gelap dan lebih manis karena adanya penambahan gula tebu. Selain itu, kecap cina mempunyai berat jenis, kekentalan, dan kandungan nitrogen lebih tinggi. Namun, kecap jepang mempunyai kandungan asam amino, terutama asam amino glutamat, yang lebih tinggi. Dari segi pembuatan, keduanya memiliki perbedaan dalam hal bahan baku dan teknologi. Kecap di Indonesia termasuk salah satu jenis kecap cina. Kecap cina menggunakan gula tebu, sedangkan kecap indonesia menggunakan gula palma. Secara umum kecap di Indonesia dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu kecap asin dan kecap manis. Kecap dapat diproduksi dengan tiga cara, yaitu fermentasi kedelai, hidrolisis asam, atau kombinasi dari keduanya. Kecap hidrolisis kurang populer dibanding kecap hasil fermentasi karena flavornya kurang baik. Hal ini disebabkan selama proses hidrolisis, beberapa asam amino dan gula rusak, serta timbulnya senyawa off flavor seperti asam levulinat dan H2S dan beberapa komponen lainnya yang pada kecap fermentasi tidak terbentuk. Di Indonesia, pembuatan kecap pada umumnya dilakukan secara fermentasi. Pembuatan Kecap Pembuatan kecap dengan cara fermentasi di Indonesia, secara singkat adalah sebagai berikut: kedelai dibersihkan dan direndam dalam air pada suhu kamar selama 12 jam, kemudian direbus selama 4-5 jam sampai lunak. Setelah direbus, kedelai ditiriskan dan didinginkan di atas tampah. Tampah tersebut ditutup dengan lembaran karung goni, karung terigu, atau lembaran plastik. Karena terus berulang kali dipakai, bahan yang digunakan sebagai penutup ini biasanya mengandung spora, sehingga berfungsi sebagai inokulum. Spora kapang akan bergerminasi dan tumbuh pada substrat kedelai dalam waktu 3 sampai 12 hari pada suhu kamar. Kapang dan miselium yang terbentuk akibat fermentasi inilah yang dinamakan koji. Selanjutnya, koji diremas-remas, dijemur, dan kulitnya dibuang. Koji dimasukkan ke dalam wadah dari tanah, tong kayu, atau tong plastik yang berisi larutan garam 20-30 persen. Campuran antara kedelai yang telah mengalami fermentasi kapang (koji) dengan larutan garam inilah yang dinamakan moromi. Fermentasi moromi dilanjutkan selama 14-120 hari pada suhu kamar. Setelah itu, cairan moromi dimasak dan kemudian disaring. Untuk membuat kecap manis, ke dalam filtrat ditambahkan gula merah dan bumbu-bumbu lainnya, diaduk sampai rata dan dimasak selama 4-5 jam. Untuk membuat kecap asin, sedikit gula merah ditambahkan ke dalam filtrat, diaduk, dan dimasak selama 1 jam. Kecap yang telah masak, selanjutnya disaring dengan alat separator untuk memisahkan kecap dari berbagai kotoran, kemudian didinginkan. Langkah akhir pembuatan kecap adalah memasukkannya ke dalam botol gelas, botol plastik, atau botol pet. Andil yang Cukup Besar Secara tradisional, kecap dibuat dengan proses fermentasi, yaitu menggunakan jasa mikroorganisme kapang, khamir, dan bakteri untuk mengubah senyawa makromolekul kompleks yang ada dalam kedelai (seperti protein, lemak, dan karbohidrat) menjadi senyawa yang lebih sederhana, seperti peptida, asam amino, asam lemak dan monosakarida. Adanya proses fermentasi tersebut menjadikan zat-zat gizi dalam kecap menjadi lebih mudah dicerna, diserap, dan dimanfaatkan oleh tubuh. Dari aspek gizi, kecap merupakan sumber protein yang cukup baik karena mengandung asam-asam amino esensial yang cukup tinggi. Kecap mengandung pula zat gizi lain, seperti lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral yang jumlahnya relatif lebih rendah dibandingkan dengan protein. Namun, karena tujuan utama pemakaian kecap adalah sebagai penyedap makanan, pemakaian kecap dalam masakan sehari-hari tidaklah terlalu banyak. Dari segi nilai gizi, kecap tidak akan memberikan sumbangan berarti karena tidak dikonsumsi dalam jumlah banyak setiap harinya. Hanya saja, Anda jangan lupa, bahwa karena kecaplah maka berbagai masakan menjadi lebih sedap, sehingga selera makan kita meningkat. Jadi, bukan dari kecapnya kita mendapatkan tambahan nilai gizi, tetapi dari makanan yang berbumbu kecap tersebut. Dengan demikian, kecap memberikan andil yang cukup besar dalam meningkatkan asupan zat gizi dalam kehidupan kita sehari-hari. Hal yang paling menarik dalam perkembangan industri kecap belakangan ini adalah adanya upaya peningkatan nilai gizi oleh produsennya. Kecap sebagai produk dalam bentuk cair memberikan kemudahan dalam fortifikasi (pengkayaan) beberapa zat gizi. Ke dalam kecap dapat ditambahkan zat gizi mikro yang sangat penting bagi kesehatan, seperti mineral iodium, zat besi, dan vitamin A. Ketiga zat gizi mikro tersebut sangat perlu ditambahkan, mengingat masih banyaknya masalah gizi akibat kekurangan zat-zat tersebut. Kecap yang telah difortifikasi dengan mineral iodium, zat besi, dan vitamin A, saat ini dengan mudah dapat kita jumpai di pasaran. Hal ini tentu memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi pengentasan pelbagai masalah yang menyangkut gizi. Misalnya gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI), anemia gizi akibat defisiensi zat besi, kekurangan vitamin A yang berdampak luas terhadap pemeliharaan sistem penglihatan (mencegah masalah kebutaan), serta peningkatan sistem pertahanan tubuh terhadap serangan berbagai penyakit infeksi. Sumber : http://www.kompas.com

Sabtu, 29 Mei 2010

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS GRAVIMETRI


BY: TUGI SANTOSO

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS GRAVIMETRI

A.  Pendahuluan

Analisis Secara Gravimetri

Analisis gravimetri adalah proses isolasi serta penimbangan suatu unsur atau suatu senyawaan tertentu dari unsur tersebut dalam bentuk yang semurni mungkin.
Metode yang digunakan dalam analisis gravimetri diantaranya,
1.    Pengendapan
2.    Metode penguapan atau pembebasan (gas)
3.    Metode elektroanalisis
4.    Metode ekstraksi dan kromatografi
Pada analisis secara gravimetri ini memeiliki kelebihan, diantaranya adalah bahan penyusun zat telah diisolasi dan dapat diselidiki terhadap ada tidaknya zat pengotor dan diadakan koreksi. Namun analisis gravimetri memiliki kelemahan yaitu pada umumnya metode ini memakan banyak waktu.






B.  Dasar Teori

Metode Pengendapan

Metode ini yang paling penting dalam analisis gravimetri. Bahan yang akan diendapkan dari dalam suatu larutan dalam bentuk yang begitu sedikit dapat-larut, sehingga tidak terjadi kehilangan yang berarti bila endapan dipisahkan dengan menyaring dan ditimbang.
Faktor-faktor yang menentukan analisis dengan pengendapan yang berhasil:
1.    Endapan harus tak dapat-larut, sehingga tidak akan terjadi kehilangan yang berarti, bila endapan dikumpulkan dengan menyaringnya. (jumlah minimum yang terdeteksi oleh neraca analitik biasa yaitu, 0,1 mg)
2.    Sifat fisika endapan harus sedemikian sehingga endapan dengan mudah dipisahkan dari larutan dengan penyaringan.
3.    Endapan harus dapat diubah menjadi suatu zat yang murni dengan komposisi-komposisi kimia tertentu.
Penerapan konsep diatas akan ditemukan pada prosedur-prosedur yang telah diakui dalam analisis gravimetri.
1.    Pengendapan biasanya dilakukan dalam larutan panas (kelarutan bertambah dengan kenaikan temperatur)
2.    Pengendapan dilakukan dalam larutan encer dan reagensia ditambahkan perlahan-lahan, sambil diaduk dengan seksama.
3.    Penambahan reagensia untuk memperbesar kelarutan endapan.
4.    Untuk mencegah terjadinya keadaan lewat-jenuh dengan pengendapan dari kelarutan yang homogen.





C.  Tujuan Percobaan

1.    Dapat mengetahui dan mempraktekkan metode analisis kimia secara gravimetri.
2.    Dapat menentukan jumlah sulfur dalam sampel sebagai barium sulfat.

D.  Alat dan Bahan

1.    Alat                        :           botol timbang kering, gelas piala (beaker glass), batang                                           pengaduk, pemanas, lampu bunsen, magnetic stirrer,                                           kertas saring, corong, erlenmeyer, gelas arloji, tanur,                                          eksikator/desikator.
2.    Bahan                    :           HCl pekat, BaCl2 0,05 M pekat, aquadest, 0,27 gram                                          sampel.

E.  Cara Kerja

1.    Sampel dimasukkan dalam botol timbang dan dipanaskan dalam oven pada suhu 110oC selama kurang lebih satu jam. Didinginkan pada suhu ruang dalam desikator.
2.    Cawan porselen yang telah dipanaskan hingg berat konstan disiapkan dan dicatat beratnya.
3.    Ditimbang dengan tepat 0,2 - 0,3 gram sampel, dipindahkan dalam gelas piala 250 mL.
4.    Masing-masing sampel dilarutkan dalam 100 mL air, 1 mL HCl pekat ditambahkan pada larutan, kemudian dipanaskan hingga hampir mendidih.
5.    50 mL BaCl2 0,05 M dipanaskan hingga hampir mendidih dan dimasukkan dengan cepat sambil diaduk pada larutan sampel panas.
6.    Beaker glass ditutupi dengan gelas arloji bersih dan dipanaskan hingga hampir mendidih selama 1 jam.
7.    Selama proses pemanasan kertas saring dengan pori-pori halus (Whatman No.42 ;SS No.598) dan corongnya dipersiapkan.
8.    Filtrate panas didekantasi melalui kertas saring, endapan dicuci dalam beaker glass sebanyak 3 kali dengan air panas dan didekantasi melalui kertas saring. 
9.    Endapan dipindah dalam kertas saring, kertas saring dilipat dan di pindahkan dalam cawan porselen.
10.  Kertas saring dibakar hingga habis menggunakan burner selama 1 jam 15 menit pada suhu 505 oF. Didinginkan dalam desikator pada suhu kamar, kemudian endapan ditimbang.
11.  Endapan dihitung sebagai %SO3
%SO3= (massa SO3/massa sampel) X 100
Massa SO3 = massa BaSO4 X (Mr SO3/Mr BaSO4)
























F.   Hasil Pengamatan


Berat sampel                                                                           :   0,27     gram
Berat cawan porselen  kosong (sesudah dipijarkan)              : 22,8690 gram
Berat cawan porselen + endapan (sesudah dipijarkan)         : 23,2906 gram
Berat endapan (berat BaSO4)                                                            :   0,4216 gram

Perhitungan :
Massa SO3     = massa BaSO4 x (Mr SO3 / Mr BaSO4)
                        = 0,4216 gram x 80/233
                        = 0,4216 gram x 0,343
                        = 0,145 gram
%SO3              = (massa SO3 / massa sampel) x 100
                        = (0,145 gram / 0,27 gram) x 100
                        = 53,61 %





G.  Pembahasan

Dalam analisis secara gravimetri penimbangan endapan dengan neraca analit dilakukan selama tiga kali hingga didapat berat endapan konstan dengan selisih 0,2 gram, namun dalam praktikum yang telah dilakukan penimbangan hanya dilakukan satu kali. Hal ini dikarenakan pada dasarnya metode ini sendiri memakan banyak waktu dan waktu pelaksanaan praktikum yang terbatas.
Dalam pengamatan yang telah dilakukan pada penentuan sulfat sebagai barium sulfat dengan menggunakan analisis secara gravimetri. Tertera berat endapan (BaSO4) sebanyak 0,4216 gram yang didapat dari selisih antara berat cawan berisi endapan dan berat cawan kosong yang keduanya telah dilakukan pemijaran, masing-masing sebanyak 23,2906 gram dan 22,8690 gram. Presentase analit yang didapat dari hasil perhitungan, dalam hal ini SO3 sebesar 53,61% dan massa SO3 sebanyak 0,145 gram.












H.  Kesimpulan

Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan, didapat beberapa kesimpulan diantaranya adalah
1.    Analisis gravimetri adalah proses isolasi serta penimbangan suatu unsur atau suatu senyawaan tertentu dari unsur tersebut dalam bentuk yang semurni mungkin.
2.    Jumlah sulfur yang didapat sebanyak 0,145 gram atau setara dengan 53,61% dari 0,4216 berat endapan (BaSO4).

















I.     Daftar Pustaka

Day, R. A. dan Underwood, A. L., 2002, Anilisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam, Erlangga, Jakarta
Utami, T. F. Y., 2008, Analisis Kuantitatif Secara Gravimetri (online, diakses tanggal 8                            Desember 2009).
Vogel. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik Edisi keempat. Penerbit Buku Kedokteran   EGC, Jakarta..
Yuliani dan Suprapto. H, 2009. Penuntun Praktikum Kimia Analitik, Fakultas Pertanian,             Universitas Mulawarman.
Yuliani. 2007. DIKTAT Kimia Analitik,Fakultas Pertanian, Universitas Mulawarman.